Mahfud MD: Revisi UU MK Perpanjang Masa Jabatan Anwar Usman Menjadi 16 Tahun

detiktifspionase.id-Pakar hukum tata negara, Mahfud MD, menyoroti perpanjangan masa jabatan yang diatur dalam revisi Undang-Undang Mahkamah Konstitusi (UU MK) yang baru saja disetujui oleh Pemerintah dan DPR RI. Ia mengingatkan bahwa revisi UU MK ini akan memperpanjang masa jabatan Anwar Usman menjadi 16 tahun.

"Sekarang Pak Anwar Usman mendapat tambahan masa jabatan sekitar 11 bulan. Seharusnya, masa jabatan beliau yang 15 tahun berakhir pada akhir 2025, tapi kini akan berakhir pada 2026," kata Mahfud dalam keterangannya, Kamis (30/5).

Ia menekankan bahwa tendensi semacam ini menjadi alasan dirinya menolak revisi UU MK ketika menjabat sebagai Menko Polhukam periode 2019-2024. Sebab, saat itu diusulkan perubahan dalam aturan peralihan di Pasal 87 yang membuat hakim yang sudah menjabat 5 tahun ke atas, tapi belum 10 tahun, harus mendapatkan persetujuan dari lembaga pengusungnya.

Mahfud mengungkapkan bahwa istilah resmi yang digunakan dalam revisi UU MK adalah 'dimintakan konfirmasi', sementara istilah yang digunakan dalam revisi UU MK yang disetujui Pemerintah dan DPR RI adalah 'dimintakan persetujuan'. Karena itu, ia merasa keberadaan aturan peralihan tersebut nantinya mengancam orang-orang yang akan bertugas sampai 10 tahun.

Mantan Ketua MK itu menjelaskan bahwa kondisi sebaliknya akan dialami oleh hakim-hakim yang masa tugasnya sudah mencapai 10 tahun. Padahal, sebelumnya mereka yang sudah menjabat lebih dari 10 tahun akan melaksanakan tugas sampai batas 15 tahun, selama tidak melebihi usia pensiun 70 tahun.

"Sekarang berubah. Dalam revisi yang baru disetujui ini, bagi hakim konstitusi yang sudah bekerja 10 tahun lebih, masa tugasnya akan berakhir pada saat mencapai usia 70 tahun," ujar Mahfud.

Anggota DPR RI periode 2004-2008 itu memiliki istilah hukum tersendiri untuk situasi tersebut yaitu positivis instrumentalistik. Menurutnya, mereka yang berkuasa akan mengesahkan aturan-aturan yang mereka inginkan sebagai instrumen untuk memperkuat keinginan mereka, sehingga apa saja yang diinginkan dapat dijadikan hukum positif.

"Itu ciri-ciri hukum otoriter. Negatifnya bisa dilihat dari situ, untuk mempermudah Pak Prabowo melakukan langkah-langkah tanpa banyak gangguan dari masyarakat sipil, parpol-parpol, aktivis, atau kampus-kampus," ujar Mahfud.

Mahfud menambahkan bahwa dari sisi negatif, masyarakat sipil memang bisa saja membuat prasangka-prasangka terhadap rentetan revisi terhadap UU yang sedang dilakukan oleh Pemerintah dan DPR RI. Termasuk, revisi UU MK yang masih bergulir dan salah satunya berdampak positif bagi Anwar Usman.

"Saya tadi menyimpulkannya, negatifnya atau prasangkanya bisa begitu. Kalau ada aturan-aturan seperti itu, bisa saja alasannya mirip dengan era Orde Baru, di mana pemerintahan harus berjalan tanpa banyak gangguan," pungkas Mahfud. (*/JawaPos.com)

Penulis: Khotib Syarbini

Editor: Khotib Syarbini

Facebook Comments

0 Komentar

TULIS KOMENTAR

Alamat email anda aman dan tidak akan dipublikasikan.