Sistem Pendidikan Sekular Mesin Perusak Moral Generasi

Dunia pendidikan Indonesia kembali mendapatkan raport merah. Beberapa waktu lalu, di SMAN 7 Rejang Lebong, Bengkulu telah terjadi penganiayaan guru atas nama Zaharman, dengan menggunakan ketapel yang melukai mata sebelah kanan sehingga menyebabkan kebutaan. Penganiayaan ini dilakukan oleh wali murid setelah dia menerima laporan dari anaknya PDM (16), yang mengaku ditendang oleh korban karena dituduh merokok di lingkungan sekolah. Mirisnya, ternyata tersangka AJ ini merupakan residivis perkara pencurian dengan kekerasan atau curas di tahun 2014 dan menjalani hukuman selama 2,5 tahun di Lapas Kelas IIA Curup. (liputan6.com, 08/03/23)

Kasus tindak kekerasan terhadap tenaga pendidik juga terjadi di Makassar. Dimana seorang pemuda dengan tidak bermoralnya melempar batu ke dahi seorang guru honorer Madrasah Tsanawiyah Muallimin Muhammadiyah. Dikutip dari halaman kompas.com (19/7/23) Seorang guru honorer di Makassar, Sulawesi Selatan, dianiaya pemuda setelah melarang bermain bola di kawasan sekolah, Minggu (16/7/2023). Dalam kasus tersebut, korban bernama Abdul Jalil (29) mengalami luka di dahinya akibat lemparan batu yang dilakukan pelaku, Afdal (19).

Dalam dunia pendidikan saat ini, guru atau tenaga didik lainnya dianggap melakukan tindakan kriminal bila sedikit saja guru menghukum atau memberi sanksi kepada peserta didik yang melanggar aturan saat proses pembelajaran sedang berlangsung. Akibatnya, Guru dihadapkan pada situasi sulit dalam menghadapi kondisi siswa yang sulit diatur, tidak disiplin, sikap tidak hormat dan berani kepada guru. Jika tidak diberikan tindakan yaang tegas, akan membuat siswa semakin bebas dan berani. Jika diberikan tindakan tegas (sangsi), guru digugat bahkan dikriminalkan oleh siswa maupun orang tua.

Kriminalisasi Guru ; Sisi Gelap Sistem Pendidikan Sekular

            Semua fakta kekerasan yang di alami oleh tenaga pendidik, seharusnya menjadi tamparan keras bagi dunia pendidikan negeri ini. Luka fisik bisa dengan mudah disembuhkan oleh tenaga medis, tapi bagaimana psikis dan moral mereka ketika harus menjumpai lagi peserta didik yang tak bermoral. Apa yang harus mereka lakukan ? Ingin menegur peserta didik yang “sulit diatur, tak bermoral” tapi di atas para guru ada undang-undang yang terus mengintai mereka. Karena hampir semua undang-undang yang digunakan oleh hukum untuk menjerat para guru itu adalah UU Perlindungan Anak.

Seyogyanya, negara adalah pemilik otoritas yang diperlukan bagi penyelenggaraan pendidikan yang bermutu termasuk ketersediaan sarana, prasarana hingga SDM yang memadai dan berkualitas. Karena sejatinya, keberhasilan dunia pendidikan sangat tergantung dengan sistem yang diterapkan oleh Negara. Lalu, sistem apa yang diterapkan dalam Negeri Ibu Pertiwi ini ? Ya. Sistem Kapitalis-Sekuler.

Dimana, pendidikan dalam sistem Kapitalisme-Sekular tidak ditujukan membentuk kepribadian. Pendidikan justru dijadikan penopang mesin kapitalisme dengan diarahkan untuk menyediakan tenaga kerja yang memiliki pengetahuan dan keahlian. Akibatnya, pendidikan lebih menekankan pada pengetahuan dan keahlian tapi kosong dari nilai-nilai agama dan moral. Pendidikan akhirnya hanya melahirkan manusia robotik, pintar dan terampil tapi tidak religius dan tak jarang culas. Selain itu, Ideologi kebebasan atas hak asasi manusia (HAM) juga tampaknya sudah berurat berakar dalam diri orang Indonesia, sehingga mereka yang mengadukan para guru tersebut berlindung atas nama HAM.

Inilah output dari penerapan sistem pendidikan Sekuler, tenaga pendidik dan peserta didik, take and give. Guru dibayar, anak didik membayar. Dunia pendidikan disamaratakan dengan dunia kerja. Akhirnya, lahirlah generasi-genarasi abmoral bukan generasi cemerlang pengawal peradaban.

Sistem Islam Melahirkan Generasi Emas

            Pendidikan dalam Islam harus kita pahami sebagai upaya mengubah manusia dengan pengetahuan tentang sikap dan perilaku yang sesuai dengan kerangka nilai/ideologi Islam. Dengan demikian, pendidikan dalam Islam merupakan proses mendekatkan manusia pada tingkat kesempurnaannya dan mengembangkan kemampuannya yang dipandu oleh ideologi/akidah Islam.

Secara pasti, tujuan pendidikan Islam adalah menciptakan SDM yang berkepribadian Islami, dalam arti cara berpikirnya harus didasarkan pada nilai-nilai Islam serta berjiwa sesuai dengan ruh dan nafas Islam. Metode pendidikan dan pengajarannya juga harus dirancang untuk mencapai tujuan tersebut. Setiap metodologi yang tidak berorientasi pada tercapainya tujuan tersebut tentu akan dihindarkan. Jadi, pendidikan Islam bukan semata-mata melakukan transfer of knowledge, tetapi memperhatikan apakah ilmu pengetahuan yang diberikan itu dapat mengubah sikap atau tidak.

Dalam kerangka ini, diperlukan monitoring yang intensif oleh seluruh lapisan masyarakat, termasuk pemerintah (negara), terhadap perilaku peserta didik, sejauh mana mereka terikat dengan konsepsi-konsepsi Islam berkenaan dengan kehidupan dan nilai-nilainya. Islam menjadikan aqidah Islam sebagai dasar kurikulum pendidikan. Dengan keyakinan penuh bahwa untuk mewujudkan generasi berjiwa pemimpin memerlukan kurikulum berkualitas yang disusun berdasarkan dan berorientasikan ideology Islam bukan pasar. Materi dan metode pendidikan didesain sedemikian rupa sehingga peserta didik memahami dan meyakini bahwa eksistensi Allah swt dengan segala sifat-sifat uluhiyahnya adalah realitas, kesadaran ini dimanivestasikan dengan memandang keridhoan Allah swt sebagai kebahagiaan tertinggi, dan keterikatan kepada syariat Allah swt adalah hal yang mutlak. Disamping itu peserta didik memandang Islam sebagai sistem kehidupan satu-satunya yang layak bagi manusia. Di atas prinsip-prinsip ini nilai-nilai, akhlak mulia benar-benar menghiasi segenap aktivitas pelajar. Akibatnya, tidak akan ada generasi terdidik yang tak bermoral. Generasi yang lahir dari Sistem Islam hanyalah generasi emas, pengawal peradaban cemerlang.

Sudah saatnya semua insan pendidikan mengalihkan pandangannya ke sistem pendidikan Islam yang bernaung dalam kekhilafahan. Dan berjuang bersungguh-sungguh demi terwujudnya generasi berjiwa pemimpin, penyokong peradaban unggul. Tentu saja demi menggapai ridho Alloh. Wallahu a’lam.

Penulis: Tri Wahyuningsih, S.Pi (Pegiat Literasi & Media)

Facebook Comments

0 Komentar

TULIS KOMENTAR

Alamat email anda aman dan tidak akan dipublikasikan.